Pemerintah Minta Status BPJS Tak Diperdebatkan - About BPHN
News Update :
Home » , , » Pemerintah Minta Status BPJS Tak Diperdebatkan

Pemerintah Minta Status BPJS Tak Diperdebatkan

Written By Unknown on Rabu, 20 Maret 2013 | 21.32

Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Nasrudin,mengatakan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP PBI) sudah selaras dengan UU SJSN. Pasalnya, pembentukan PP PBI sudah mengacu UU SJSN yang mengamanatkan agar dibentuk peraturan tersendiri yang mengatur siapa peserta PBI itu.
Misalnya, ada ketentuan di PP PBI yang menyebut BPJS sebagai badan hukum.Menurutnya itu sudah sesuai dengan perintah UU SJSN. Walau dia mengetahui di pasal 7 ayat (1) UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebut BPJS berstatus badan hukum publik, menurutnya tak ada masalah dengan PP PBI.
Nasrudin mengatakan, mengacu peraturan perundang-undangan,PP tak boleh mengubah defenisi dari UU utama yang memerintahkan pembentukan PP itu. Mengingat UU utama yang dimaksud adalah UU SJSN, maka PP PBI hanya menjelaskan bahwa BPJS itu sebagai badan hukum.
Berbeda bilaamanatpembentukanPP PBI berasal dari UU BPJS, maka ketentuan yang menyebut bahwa BPJS adalah badan hukum publik, bakal dimasukkan. Namun, faktanya PP PBI diperintahkan oleh pasal 17 ayat (6) dan pasal 14 ayat (3) UU SJSN.
Walau begitu, Nasrudin menegaskan, bukan berarti BPJS dapat diartikan lain di luar badan hukum publik karena hal itu sudah jelas dalam UU BPJS. Hal serupa menurutnya juga berlaku untuk Peraturan Presiden (Perpres) No.12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes). “Artinya, BPJS otomatis badan hukum publik, jadi tidak usah disebut lagi sebagai badan hukum publik (di PP PBI,-red),” kata dia kepada hukumonline di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (19/3).
Terpisah, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, menguraikan secara umum PP PBI dan Perpres Jamkes tak masalah. Namun, perlu diperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat terkait terbitnya kedua peraturan pelaksana untuk BPJS itu. Chazali mengatakan ada polemik di tengah masyarakat, khsususnya serikat pekerja karena status BPJS sebagai badan hukum publik tak termaktub di dua regulasi itu.
Walau menyebut tak ada masalah, Chazali menekankan kedua peraturan itu harus disempurnakan dengan mencantumkan ketentuan yang menjelaskan bahwa BPJS berstatus badan hukum publik. Selain meredam polemik yang ada, penyempurnaan itu juga dapat meminimalisir potensi perbedaan tafsir. “Harus disebutkan dengan jelas sebagai badan hukum publik,” katanya kepada hukumonline lewat telepon, Selasa (19/3).
Sementara, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan serikat pekerja menginginkan agar peraturan pelaksana BPJS menyebutkan secara tegas bahwa BPJS berstatus badan hukum publik. Jika hal itu tak dilakukan, dia khawatir bakal menghambat pelaksanaan BPJS. Timboel berpendapat, mestinya kedua peraturan itu konsisten dengan UU BPJS. Sampai saat ini Timboel melihat pemerintah masih enggan memperbaiki peraturan itu. “Jika BPJS itu badan hukum publik, maka peraturan pelaksana BPJS juga harus menyebut badan hukum publik,” tegasnya.

Terkait berapa jumlah peserta PBI, Nasrudin mengatakan mengacu PP PBI yang digunakan adalah data yang sudah ada yaitu Program Perlindungan Sosial tahun 2011. Menurutnya, dalam data itu Kementerian Sosial (Kemensos) telah menetapkan kriteria fakir miskin dan orang tak mampu serta telah diproses oleh BPS. Jika menggunakan data baru, Nasrudin berpendapat membutuhkan waktu lama bagi BPS untuk memprosesnya untuk mendapatkan jumlah fakir miskin.
Mengingat BPJS, khususnya kesehatan, akan beroperasi tahun depan, maka data 2011 yang digunakan. Ke depan, ketika BPJS sudah beroperasi, maka jumlah peserta PBI dapat berubah. Sedangkan kementerian yang punya kewenangan untuk menetapkan jumlah peserta PBI itu adalah Kemensos berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Namun yang pasti, Nasrudin melanjutkan, jumlah peserta PBI itu antar kementerian terkait harus mengacu pada data yang sama dan tiap kementerian menjalankan perannya untuk BPJS sesuai kewenangannya masing-masing. Misalnya, Kemensos, menentukan berapa jumlah peserta PBI dan Kemenkeu menentukan berapa besaran iurannya serta anggaran yang dikucurkan.
Menyoal data peserta PBI, Chazali mengatakan itu kewenangan Kemensos setelah berkoordinasi dengan Kemenkeu. Setelah itu, akan terbit peraturan khusus yang menetapkan berapa jumlah peserta PBI. Namun, Kemensos dan Kemenkeu tak boleh menetapkan jumlah peserta PBI itu secara sepihak, harus melalui koordinasi antar kedua lembaga tersebut.
Sampai saat ini Chazali mengatakan belum ditemukan kesepakatan berapa jumlah peserta PBI. Tapi, DJSN mendorong agar hal itu segera diputuskan. Chazali menerangkan, DJSN tak bisa mengeksekusi untuk menerbitkan aturan tentang berapa jumlah peserta PBI dan iurannya. Sebelumnya, DJSN menawarkan agar jumlah peserta PBI sebanyak 96,7juta orang dengan iuran Rp22.200 per orang tiap bulan. Sayangnya, Kemenkeu menolak usulan itu.
sumber kutipan : www.hukumonline.com/
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

AGENDA 2013








OBROLAN

SELURUH ARTIKEL

 
Support : Admin1BPHN
Copyright © 2013. About BPHN - About BPHN
Creating Website Published by Sandikta Hawi
Proudly powered by Blogger